Sabtu, 09 Juli 2011

Sajak-sajak hitam


Di suatu senja, seorang gadis belia berdiri sendiri di halte. Berharap bus jurusan Kampung Baru akan datang untuk menumpangnya.  Gadis SMA itu berjalan dengan segala kebingungan dan kegelisahannya. Iseng ada tiga orang cowok iseng yang menggodanya. Tiba-tiba datanglah seorang cowok misterius dengan memakai helm cokop yang belum terlepas dari kepalanya.
 “Hei, tiga orang aneh. Jangan beraninya sama cewek! Kalo berani sini bertarung sama gue.” Tantang cowok misterus sambil menendang perut ketiga cowok iseng. Benar saja dalam waktu 3 detik semua cowok itu terkapar tidak berdaya. Di benak gadis itu, cowok misterius benar-benar luar biasa. Adegan itu mengingatkannya pada drama Korea yang memang menjadi kegemarannya. Dalam perjalanan pulang gadis ikal yang bernama Ruri masih penasaran. Siapa itu cowok, tadi dia pakai seragam yang sama dengan yang aku pakai itu artinya dia bersekolah yang sama denganku. SMA 2 Pelita. Bener-bener itu cowok bisa banget buat aku gemetar sebelum melihat wajahnya.
Keesokan harinya Ruri menunggu di parkiran kendaraan siswa, berharap ia mengetahui siapa yang menjadi penyelamatnya kemarin. Satu jam, dua jam tak kunjung datang juga. Memang kendaraan sang penyelamat ada tapi orang yang punya belum terlihat. Baru saja Ruri hendak pergi, ia melihat penyelamatnya. Ia terkejut bukan kepalang ternyata penyelamatnya adalah Reza seorang cowok ganteng dan tajir di SMA nya. Dalam hati dia sangat senang tapi ia masih ragu benarkah seorang Reza cowok ganteng, tajir, dan jago karate menyelamatkannya tanpa maksud.
“Loh, Ruri? Ngapain duduk di bawah pohon? Ada barangnya yang hilang? ” tersentak Ruri karena terlalu asyik berfikir. Tanpa ia sadari Reza sudah berdiri di depannya dengan motor. Sekenanya saja Ruri menjawab bahwa ia kehilangan kunci motor. Padahal ia sadar bahwa ia tak membawa motor ke sekolah. Dengan tulus dan sabar Reza membantunya, mencari di setiap sudut. Mataharipun telah tenggelam namun mereka tak kunjung pulang. Hingga akhirnya Ruri pura-pura ingat bahwa ia tidak membawa motor hari ini. Karena hari telah gelap dan Reza tak tega jika melihat seorang cewek sendirian naik bis.
                Diantarlah gadis itu. Dalam perjalanan tak satupun keduanya mengucapkan satu patah kata pun, entah apa yang ada di kedua pihak itu. Mungkin angin pada senja tak cukup untuk menjelaskan debaran di antara mereka. Seiring waktu Ruri dan Reza menjadi semakin dekat, sebenarnya Reza t’lah lama menyimpan perasaan cinta pada Ruri. Sejak pertama kali bertemu pada MOS kelas X. Namun, tiada pernah berani tuk ungkapkan hingga tibalah hari di mana Reza memberikan sajak cinta pada Ruri.

Nyanyian Sang Dewa

Dinding hati telah retak
Terguncang badai emas
Bukan bahagia yang di rasa
Tapi gelisah yang mendera

Nyanyian sang dewa semakin menggema
Menderu memecah kelam
Hati tergetar, tubuh bersujud
Hilang semua daya
Karna satu pandang

Semakin bergetarlah jantung Ruri, tiada kuasa merasakan sajak yang teruntai dari Reza hanya untuknya. Terjawablah cinta keduanya. Mereka menjadi sepasang merpati yang selalu terbang beriringan. Tiadalah lelah dalam sumpah setianya. Bagi mereka tiap detik adalah waktu tuk saling merindukan. Tiap menit adalah waktu pisah yang tiada kira lamanya. Bersajaklah keduanya, cinta telah menjadikan mereka menjadi pujangga yang haus akan cinta. Tiada terasalah bahwa waktu itu akan terjadi pada cinta mereka. Asmara semakin tumbuh subur didalam taman cinta kedua siswa kelas XI itu. Beberapa hari yang lalu orang tua Ruri menelpon Reza.
“Halo. Reza. Ini tante, ibunya Ruri. Kabar buruk bus yang ditumpangi Ruri mengalami kecelakaan sekarang ia koma di rumah sakit Fatwati.” Spontan saja Reza langsung mengendarai motornya dengan kencang berharap kekasihnya baik-baik saja. Terurailah air mata haru di mata.
“Ruri..wahai kekasihku, mengapa tiada aku saja yang terluka mengapa harus engkau. Aku tak tega melihatmu seperti ini” lirih Reza dalam sanubarinya. Teringatlah ia pada sebuah sajak yang berhiaskan tinta hitam yang diberikan Ruri kepadanya sebelum Ruri mengalami kecelakaan.

Masihkah Kau Mencintaiku

Masihkah kau mencintaiku
Saat ku tak lagi dapat melihat sosokmu
Saat aku tak lagi dapat mendengar suaramu
Masihkah kau mencintaiku 

Disaat ku tak dapat mengingat
Saat kau tak menjadi berharga lagi
Masihkah kau mencintaiku ?
               
Sajak itulah yang membuat Reza bertahan dalam setia. Sajak terakhir yang diberikan Ruri padanya. Setiap hari Reza selalu datang, membawakan kisah tentang cinta mereka. Membacakan syair untuk Ruri. Tak terasa sudah 1 tahun Ruri baring dalam ketidakberdayaannya. Reza mulai jenuh, ia merasakan cinta tak lagi penuhi dalam jiwanya. Ia menyerah, telah terlupakan sumpah setianya. Sungguhlah tega ia meninggalkan Ruri dalam kesakitannya. Ruri masih bertahan, berjuang hidup demi bertemu dengan Reza. Pasti, hancurlah hatinya ketika ia menyadari bahwa Reza telah pergi meninggalkannya dalam kehampaan. Sajak-sajak cinta mereka kini sudah tiada arti. Tinta itu telah luntur. Sajak telah berubah menjadi hitam. Kini, tiadalah terlihat sajak yang penuh dengan cinta. (dimrona)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar